, (Ronggo.id) – Sejumlah spanduk berisikan kalimat menohok bertebaran ditengah rencana pembangunan Gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT) .

Spanduk-spanduk tersebut terpampang di tembok rumah sakit dan juga di rumah warga yang akan dibebaskan untuk dibangun Gedung IPIT.

Salah satu spanduk bertuliskan, “Jangan Teror Warga dengan Manipulasi Kata-kata, Karena Kami WNI Bukan WNA”.

Spanduk lain berbunyi “Yayasan Berbadan telah Menghalalkan Segala Cara untuk Menyerobot Tanah Negara”, “Sebuah Yayasan yang Berlandaskan Hukum tapi Menjadi Sarang Mafia”.

Warga setempat, Abdul Rahman mengatakan, spanduk ini sengaja dipasang karena warga ingin menuntut uang ganti rugi yang layak sebagai pengganti bangunan yang sudah puluhan tahun dihuni.

“Kita sebenarnya tidak menuntut banyak, kita ingin diperlakukan secara manusiawi,” katanya, ditulis Sabtu (8/6/2024).

Menurut pria berusia 42 itu, warga sudah menempati lahan tersebut sekitar 1990-1992-an silam. Namun, Yayasan Abdi Negara mengklaim telah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) sejak tahun 1998.

“Yang bikin kesal, pihak yayasan mengklaim punya sertifikat resmi sejak 1998. Padahal tahun 1990-1992-an warga sudah tinggal disini. Jadi kita tidak ngawur menempati lahan ini,” tuturnya,

Dia mengungkapkan, pada April 2023 lalu, warga disodori surat pernyataan oleh kuasa hukum yayasan. Klausulnya, warga akan diberikan uang ganti rugi dengan nominal yang variatif, mulai Rp 50 hingga Rp 85 juta, tergantung luas bangunan.

“Waktu itu kita dimintai uang 100 ribu untuk buka rekening. Tapi beberapa bulan tidak ada tindaklanjut,” ungkapnya.

Lanjut dia, pada Maret 2024 warga dipanggil ke Kantor Yayasan Abdi Negara untuk mediasi. Dalam kesempatan itu, pihak yayasan tiba-tiba menyatakan tidak bersedia memberikan ganti rugi, melainkan sekedar bantuan maximal Rp 25 juta.

“Pihak yayasan menyampaikan tidak bisa memberikan ganti rugi, alasannya disorot oleh atasan, karena katanya pelanggaran. Sehingga bahasa ganti rugi dirubah menjadi bantuan, kalau bantuan bilangnya maximal Rp 25 juta,” bebernya.

Dia menyebut, hingga kini sebanyak 7 kepala keluarga (KK) dari 19 KK masih bertahan. Sedangkan 12 lainnya memilih angkat kaki usai menerima uang sebesar Rp 27,5 juta.

“Mereka menerima dari yayasan Rp 25 juta, ditambah Rp 2,5 juta dari rumah sakit,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua , Joko Sarwono membantah jika pihaknya pernah menjanjikan uang ganti rugi kepada warga sebesar Rp 50 hingga Rp 85 juta.

“Nggak ada janji itu. Mampunya yayasan cuman segitu (Rp 25 juta),” ujarnya. (Ibn/Jun).