, (.id) – Setelah kuasa hukum terlapor kasus pengerusakan pagar di , , buka suara terhadap tuduhannya, kini giliran kuasa hukum pelapor membantah tuduhan tentang penerapan pasal 170 ayat 1 KUHP dalam kasus tersebut.

Sebelumnya pada Jumat (22/11) lalu, pihak kuasa hukum (Kades) Kujung, Jali dan Kades Mlangi, Siswarin yaitu yang mengatakan perlu pengkajian ulang pasal atas pertimbangan-pertimbangan lain yang ada.

Oleh karena itu, Kuasa Hukum Pelapor, Nur Aziz membantah dengan mengatakan, pasal 170 ayat 1 KUHP yang dituduhkan atas perkara pengerusakan pagar rumah milik Suwarti (40) dan Ali Mudrik (50) telah tepat dan benar menurut hukum. Pasalnya para terlapor tersebut secara terang-terangan dan bersama-sama merusak pagar milik pelapor.

“Unsur kekerasan terhadap barang dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP adalah secara terang-terangan (Openlijk) berarti tidak secara sembunyi-sembunyi (Openbaar) akan tetapi dapat dilihat oleh orang lain secara umum. Unsur dengan tenaga bersama-sama (Met Vereenigde) terhadap orang atau barang, artinya kekerasan terhadap barang dilakukan oleh dua orang atau lebih,” terang Aziz saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (25/11/2024).

Aziz sapaan akrabnya, mengatakan, pihaknya juga membantah akan adanya perizinan dari pemilik pagar rumah yang dikeruk, padahal kliennya sama sekali tidak pernah mengizinkan adanya pengerukan pagar tersebut. Ia juga mengatakan, pihak kontraktor didesak oleh Kepala Dusun (Kadus) Kadutan untuk mengeksekusi pagar milik kliennya itu.

“Tidak benar terlapor telah meminta izin kepada pelapor yang saat kejadian berada di Merauke, seandainya ada pihak anak menantu yang mengizinkan itu tidak mewakili pelapor sebagai pemilik tanah dan pagar yang dibongkar, karena klien kami jelas-jelas tidak mengizinkan pagar rumah dibongkar paksa, apalagi pihak kontraktor awalnya tidak mau membongkar dan didesak bahkan dipaksa oleh Kasun Kadutan agar tetap dibongkar,” kata Nur Aziz.

Walaupun demikian, pria yang juga sebagai dosen di salah satu universitas di Bumi ini membenarkan bahwa telah melakukan negosiasi kepada pihak terlapor sebanyak 2 kali, tetapi belum berhasil mencapai kesepakatan karena terhambat dengan penawaran ganti rugi dari para pihak terlapor yang kurang patut dan layak.

“Memang benar pernah dilakukan mediasi antara pelapor dan terlapor dua kali diluar Polres Tuban akan tetapi awalnya atas inisiatif pelapor, karenanya penawaran ganti rugi dari terlapor tidak patut dan layak sehingga penawaran tersebut ditolak oleh pelapor,” jelasnya.

Ia menambahkan, selaku kuasa hukum pelapor pihaknya menghargai sudut pandang dari terlapor walaupun melihat kasus tersebut dalam sudut pandang yang subjektif karena menurutnya setiap orang dapat memiliki sudut pandang yang berbeda-beda.

“Tentu kami selaku Penasehat Hukum Pelapor menghargai sudut pandang Penasehat Hukum Terlapor walaupun dari sudut pandang yang subjektif karena kita pasti mempunyai sudut pandang masing-masing yang berbeda, jika seandainya nanti terlapor ditetapkan sebagai tersangka kami mempersilahkan menempuh upaya hukum Praperadilan atau membuktikan dalam persidangan saja,” terangnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tuban, melalui Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor), IPDA Dhanny Rhakasiwi menegaskan, kasus tersebut sudah dinaikkan menjadi penyidikan dan akan dilakukan gelar perkara serta akan segera ditetapkan tersangka.

“Kasus ini sudah naik menjadi penyidikan dan akan segera dilakukan gelar perkara serta penetapan tersangka setelah dilakukannya periksa ulang para terlapor,” jelas IPDA Dhanny saat ditemui dikantornya. (Hus/Jun).