– Pembongkaran bangunan semi permanen yang berada di pinggir pantai utara Kradenan, Kecamatan Palang, , yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat () , Kamis (9/9/2021), dinilai langgar kesepakatan bersama warga.

Moh Said, anak Kasmuning atau salah seorang pemilik warung mengaku kecewa dengan pembongkaran warung yang dilakukan oleh para pekerja proyek. Sebab, dalam sosialisasi telah disepakati bahwa dalam pelaksanaan pembongkaran bangunan harus menghadirkan pemilik warung bersama aparat desa dan TNI-.

“Kalau sesuai kesepakatan kemarin, warung-warung ini dibongkar bersama, sehingga material bangunan yang seharusnya masih bisa digunakan dapat kami kumpulkan. Bukan dirobohkan seperti ini,” ungkap Said.

Salah seorang warga saat mencari dan memungut puing-puing bangunan yang dirasa masih dapat digunakan

Jika mengacu pada izin, seluruh warung yang ada disisi jalan ini merupakan bangunan liar. Akan tetapi, sebelum dibangun, warga juga telah meminta izin kepada Pemerintah Desa.

“Masak warung jualan es aja harus ijin ke Kementerian atau yang ada . Kami sadar bangunan ini ilegal dan kami ikhlas jika dibongkar. Tapi caranya bukan seperti ini,” keluhnya.

Terpisah, 4.4 Buku Tuban Sadang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Yudi Dwi Prasetyo menjelaskan, dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan tangkis laut sepanjang 500 meter, yakni mulai kilometer 99200 sampai 99700 tersebut diperkirakan selesai pada 31 Desember.

“Itu nanti ada pemasangan batu bolder ditepi pantai menjorok sekitar lima meter ke laut dan ada urugan pilihan dibelakangnya sekitar satu meter,” jelas Yudi.

Dalam pekerjaan tersebut, sejumlah warung yang dibangun oleh masyarakat sekitar disisi jalan dibongkar oleh pekerja. Hal ini dilakukan untuk memperlancar proyek penanganan longsor Tuban – Lohgung – Sadang yang menelan anggaran sebesar Rp 4.600.000.000 itu.

“Kita sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar di Balai , dan sudah disepakati ada pembongkaran warung dan teman-teman di lapangan akan bersama-sama melaksanakannya,” ujarnya.

Jika mengacu pada kesepakan sebelum pelaksanaan pekerjaan antara Bina Marga bersama masyarakat, warga diperkenankan membongkar sendiri maupun dibantu petugas untuk mengambil material bangunan yang masih dapat digunakan. Akan tetapi dalam pelaksanaan, warung yang dibangun oleh warga tersebut dirobohkan menggunakan excavator, sehingga material bangunan tidak lagi dapat digunakan.

Dampaknya, selain warga harus berhenti berjualan, pemilik warung juga terpaksa menyisihkan uang kembali untuk membeli material bangunan jika nantinya berjualan lagi. Sebab, dalam pelaksanaan proyek ini, tidak ada kompensasi bagi warga atau pemilik warung.

“Untuk warung pasti berdampak, karena ada beberapa warung warga yang dibongkar dan tidak ada ganti rugi dalam proyek ini,” terangnya.

Pihaknya mengklaim, setelah pemasangan batu holder ini nantinya dapat digunakan sebagai tempat wisata seperti di Surabaya, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar juga menunjang pendapatan bagi Pemerintah Daerah.

“Kalau batu holder ini sudah dipasang, tempat parkirnya akan semakin luas. Jadi bisa digunakan untuk tempat wisata,” pungkasnya.