atau yang memiliki nama asli Sayyid Abdullah Asy’ari bin Sayyid Jamaluddin Kubro, beliau adalah adik dari Syeh Maulana Ibrahim Asmaraqandi. Sunan Bejagung sendiri berasal dari Saudi Arabia dan masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Beliau datang ke Jawa untuk menyebarkan agama islam dan membantu memecahkan ekonomi masyarakat pada saat itu.

Sunan bejagung wafat dan dimakamkan di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding atau berjarak 2 km ke arah selatan dari pusat kota . Diketahui makam waliyullah tersebut ramai dikunjungi peziarah salah satunya karena misteri air sumur giling untuk penyembuhan berbagai penyakit.

Terdapat cerita yang unik semasa hidupnya, yakni Sang Waliyullah pernah terlibat pertarungan heroik melawan seseorang yang diyakini masyarakat sebagai Patih Majapahit atau yang biasa disebut dengan Gajah Mada.

Awal kisah, semasa hidup Sunan Bejagung Lor, dikenal sebagai sosok penyabar dan mudah bergaul, sehingga beliau bisa diterima di semua lapisan masyarakat. Hal inilah yang membuat putra dari Raja Hayam Wuruk, Kusumawardhani mendatanginya dan berkeinginan berguru ilmu agama kepada Sunan Bejagung Kidul.

Tetapi, sayang niatnya untuk belajar agama islam tidak mendapatkan restu dari kalangan kerajaan, termasuk orang tuanya. Mendengar kabar tersebut, maka Raja Hayam Wuruk memerintahkan Patih Gajah Mada ntuk menghadang niat Kusumawardhani. Sikap Sang Raja dipicu karena penerus kerajaan silsilahnya harus dari keturunan Sang Raja sendiri.

Lalu kerajaan pun mengirimkan pasukan gajah yang dipimpin Patih Gajah Mada untuk menyerang padepokan Sunan Bejagung. Namun, dengan kesaktian yang dimilki oleh Sunan Bejagung Lor, maka akhirnya Pasukan Gajah tersebut dikutuk menjadi batu. Adapun tempat berubahnya pasukan gajah sekarang lebih dikenal dengan sebutan “watu gajah” (batu gajah).

Adu kesaktian antara Gajah Mada dan Sunan Bejagung Lor masih berlanjut. Gajah Mada yang sebenarnya sudah geram dan merasa dipermainkan, langsung mengoyak pohon kelapa hingga buahnya berjatuhan. Tetapi Kanjeng Sunan dengan santai justru melambai, dan pohon kelapa tersebut seolah mengikuti perintah beliau. Lalu, Sunan Bejagung kemudian memetik buah kelapa tersebut dan memberikannya kepada Gajah Mada untuk diminum.

Perang kesaktian tidak berhenti sampai di situ. Lagi, Gajah Mada menantang Kanjeng Sunan mengambil ikan di laut dalam kondisi hidup dengan kesaktian yang dimiliki. Gajah Mada menggunakan ilmunya untuk mendapatkan ikan, tetapi yang dia dapat adalah ikan mati. Berbeda halnya dengan Sunan Bejagung Lor, ia bisa mengambil ikan di laut dengan bermodal daun waru dan timba yang berisi air sehingga ikan tetap hidup sampai di darat.

Salah seorang Juru kunci menceritakan, awalnya Patih Gajah Mada percaya diri bisa mengalahkan Sunan Bejagung Lor dengan mudah. Tetapi nyatanya dia justru kalah dan harus bertekuk lutut.

“Gajah Mada mengakui kehebatan Sunan Bejagung Lor, dengan dua kali adu kesaktian selalu kalah,” katanya.

Selanjutnya, Juru kunci makam Sunan Bejagung ke -sembilan itu menambahkan, usai kalah melawan Kanjeng Sunan, akhirnya ia harus kembali ke kerajaan tanpa hasil membawa putra Raja Hayam Wuruk.

“Gajah Mada harus kembali ke kerajaannya, karena kalah dari Sunan Bejagung,” pungkasnya.