JAKARTA – Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak () RI menyesalkan kasus dugaan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan di Kecamatan Grabagan, Kabupaten .

Dua gadis dibawah umur, yaitu V (12) dan N (17) yang sedang menimba ilmu agama, diduga menjadi korban asusila oleh AFM (28), yang tak lain adalah guru ngajinya sendiri.

“KemenPPPA sangat menyesalkan masih terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes),” tutur Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Selasa (8/11/2022).

Lebih lanjut, kata Nahar, pihaknya mengapresiasi penanganan kasus asusila tersebut berjalan cepat sehingga terduga pelaku seorang guru ngaji dapat segera ditangkap dan ditahan. Menurutnya, dukungan dari tokoh agama, Ponpes dan masyarakat sekitar mempermudah penanganan kasus oleh Polres Tuban.

“Kami mengharapkan aparat penegak hukum dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada terduga pelaku sesuai dengan UU yang berlaku demi keadilan atas korban,” katanya.

Masih kata Nahar, pihaknya juga mendorong penanganan kasus tersebut dapat menerapkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Nahar berharap, peristiwa ini menjadi evaluasi bagi pengelola Ponpes untuk menghadirkan pesantren ramah anak, sehingga kasus serupa tidak kembali terjadi, “Kita semua tentu mengharapkan lingkungan pendidikan bebas dari segala tindak kekerasan apapun,” tegasnya.

Jika terduga pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual sesuai pasal 76D dan 76E UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KemenPPPA mendukung Polres Tuban menerapkan ancaman sanksi pidana berdasarkan Pasal 81 dan Pasal 82 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Melalui pemberatan hukuman, terduga pelaku terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, dan dapat membayar Restitusi ganti rugi kepada korban sesuai hasil perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Modus Terduga Pelaku

Terduga pelaku telah melakukan pelecehan seksual terhadap dua orang santriwatinya sejak 2021 silam, saat korban sedang menuntut ilmu di lembaga pendidikan agama milik orang tuanya yang berada di Kecamatan Grabagan, Kabupaten Tuban.

Dalam menjalankan aksinya, modus yang digunakan terduga pelaku, korban sering dijadwalkan paling akhir mengaji diantara santri yang lain, lalu korban yang masih dibawah umur itu dirayu lalu diajak ke kamar untuk melakukan persetubuhan hingga beberapa kali.

“Salah satu korban mengaku disetubuhi oleh terduga pelaku sebanyak 20 kali,” ungkap Kasatreskrim Polres Tuban, AKP M. Gananta, Sabtu (5/11/2022).

Peristiwa dugaan pencabulan tersebut diketahui pada Oktober 2021, saat itu orang tua korban curiga karena selepas pulang mengaji korban selalu menangis, namun ketika ditanya, korban tidak mengaku. Hingga akhirnya, orang tua korban melihat percakapakan dihandphone milik korban. Sehingga korban baru mau terus terang jika telah disetubuhi guru ngajinya.

Sempat Dilaporkan ke Polda Jatim

Mengetahui anaknya telah menjadi korban ruda paksa guru ngajinya sendiri, pihak keluarga kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke SKPT Polda Jatim, pada November 2021, yang selanjutnya dilimpahkan ke Polres Tuban.

Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, memeriksa saksi dan mengumpulkan sejumlah alat bukti, jajaran bersama Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) melakukan upaya penangkapan. Terduga pelaku berhasil diamankan disebuah kebun yang tak jauh dari rumahnya, pada Jumat (4/11/2022) malam.

Kapolres Tuban, AKBP Rahman Wijaya menambahkan, akibat perbuatannya, terduga pelaku yang sudah memiliki seorang istri tersebut akan dijerat pasal 82 Jo pasal 76e dan Uundang-Undang RI No 17 th 2016 atau pasal 81 Jo pasal 76d tentang perubahan ke dua atas UU RI no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, “Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun” ujarnya. (Ibn/Jun).