BOJONEGORO, (Ronggo.id) – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3A KB) Kabupaten Bojonegoro mengadakan Fokus Group Discussion (FGD) bersama Pengadilan Agama Bojonegoro dalam rangka pembahasan dan menguji naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bojonegoro tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
Kegiatan yang berlangsung di Creative room lantai 6 Gedung Pemerintah Kabupaten Bojonegoro jalan P. Mas Tumapel nomor 1, turut mengundang instansi terkait, Rabu (7/12/2022).
Panitera Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bojonegoro, Sholikin Jamik yang hadir dalam kesempatan itu mengapresiasi adanya Raperda yang digagas DPRD, khususnya komisi C tersebut, mengingat selama ini perempuan dan anak menjadi kelompok rentan di wilayah publik.
“Lahirnya Raperda ini, maka akan ada perlindungan dan kepastian hukum bagi perempuan dan anak jika ada masalah,” ucapnya.
Lebih lanjut, Sholikin Jamik menyinggung, apakah di Raperda tersebut juga memberikan perlindungan kepada perempuan yang menyandang status janda. Apalagi menurutnya, jumlah janda di Bojonegoro cukup tinggi, data di PA per November ini tercatat 2.809 janda. Sementara pernikahan dini atau dibawah umur sebanyak 515 orang.
Masih kata Sholikin Jamik, kondisi ini tentu rentan terjadi ketimpangan sosial. Selain harus mencukupi diri sendiri, pasca perceraian, perempuan yang menjanda juga menjadi kepala keluarga bagi anak-anak nya. Demikian halnya dengan anak yang menikah dibawah umur, juga memiliki potensi kerawanan cukup tinggi, diantaranya kematian saat melahirkan dan kasus sunting dan yang pasti menambah deretan perceraian karena ekonomi dan kemiskinan baru.
“Raperda ini sebaiknya harus menjangkau pencegahan,
bukan hanya membahas tentang penangganan,” katanya menambahkan.
Sholikin Jamik menjelaskan, bahwa regulasi tentang perlindungan hukum bagi perempuan dan anak masih berkutat pada penanganan pasca kejadian, misal saja Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Hukum, dan Perma Nomor 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Perkara Diapensasi Nikah.
Kemudian, Dirjen Badan Peradilan Agama mengeluarkan intruksi kepada seluruh PA se-Indonesia dalam suratnya Nomor 1669/DJA/HK.00/5/2021 tanggal 24 mei 2021 tentang Jaminan Pemenuhan Hak-hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian.
“Semua masih sebatas melindungi pasca kejadian dalam penanganan. Belum bicara tentang pencegahan,” terangnya.
Untuk itu, Ia mengusulkan agar dalam Raperda ini menyentuh aspek pencegahan, sebab selama ini kasus yang terjadi, rata-rata akibat pendidikan yang rendah dan problem ekonomi. Sehingga nantinya Raperda ini akan memiliki makna jika aspek pencegahan lebih dominan untuk dimasukan dalam pasal-pasal yang sifatnya memaksa. Maka akan membangun kesadaran, bahwa pemicu kasus yang menimpa perempuan dan anak karena faktor pendidikan rendah serta kemiskinan.
Oleh karenanya, sambung Sholikin Jamik, dalam Raperda ini, di pasal 7 dari yang semula “Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun untuk semua anak, di rubah menjadi Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan program wajib belajar 12 tahun untuk semua anak.
Sehingga kedepanya Bojonegoro bebas dari penduduk yang tidak lulus SLTA, karena sifatnya wajib, maka pemerintah daerah harus hadir memberikan beasiswa dengan pembiayaan yang bersumber dari APBD bagi yang putus SD atau SLTP.
“Sementara untuk mencari solusi kemiskinan maka perlu di buatkan pelatihan yang bersifat vokasi dan lebih menekankan skill dan sikap tata krama atau sopan santun,” tandasnya. (Ags/Jun).