, (Ronggo.id) – Mbok Darmi, warga asal , yang divonis hukuman 1 bulan 15 hari penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tuban memilih melakukan perlawanan.

Melalui penasihat hukumnya, perempuan berusia 53 tahun itu mengajukan upaya banding terhadap putusan majelis hakim atas perkara terhadap keponakanya sendiri berinisial H.

Penasihat Hukum Mbok Darmi, memandang, bahwa
telah kehilangan marwahnya, putusan terhadap Mbok Darmi dianggap tidak memenuhi rasa keadilan. Sebab, selama proses persidangan tidak ada upaya mengungkap kebenaran-kebenaran materiil.

“Proses persidangan terkesan hanya formalitas saja. Kami berharap dengan upaya banding ini, pengadilan tinggi bisa membaca dan mengungkap kebenaran-kebenaran materiil,” ujarnya, Senin (10/6/2024).

Dikatakan Engki, pemukulan yang dilakukan Mbok Darmi terhadap keponakannya dengan menggunakan gagang sapu tidak ada unsur untuk menyakiti, melainkan dalam rangka mendidik dan mengajarkan tentang akhlak.

“Ketika bibi memberikan dan pengajaran kepada keponakan dengan memukul tanpa niatan untuk menyakiti, apakah itu harus diganjar dengan pidana?, saya pikir tidak,” katanya.

Engki menegaskan, apabila hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kedepannya para generasi muda di Tuban akan menunjukan sikap kurang ajar dan berani melawan orang-orang yang lebih tua.

“Kita tidak hanya memperjuangkan hak Mbok Darmi, tapi dampak sistemik yang akan terjadi, bagaimana akhlak seorang anak kepada orang tua. Jadi kita memandang jauh kedepan,” tegasnya.

Engki menilai, konteks perkara dalam keluarga ini semestinya tidak perlu dibawa ke proses persidangan. Menurut dia, penuntut umum harusnya mengkaji lebih mendalam terkait perkara tersebut.

“Saya melihat penuntut umum tidak punya marwah sebagai penegak hukum, terbukti dari apa-apa yang diajukan dalam tunutan pun masih salah, ada keterangan saksi yang tidak pernah dihadirkan dipersidangan, tapi dimasukan dalam tuntutan. Kami menduga ini penyelundupan hukum,” tegasnya.

Melalui upaya banding ini, Engki optimis bahwa Mbok Darmi bakal bebas meskipun diakui bahwa kliennya tersebut melakukan tindakan penganiyaan.

“Bicara unsur pasal, memang memukul itu menganiaya, tetapi hukum memberikan ruang. Apabila memang memukul untuk melakukan pembelaan, itu dapat dibebaskan,” tuturnya.

Engki menyebut, tuntutan 3 bulan dari penuntut umum lalu vonis 1 bulan 15 hari penjara terhadap Mbok Darmi ini sangat tidak adil dan terlalu berat, karena hanya menitikberatkan kepastian hukum.

“Padahal kepastian hukum itu adalah substansi yang kesekian setelah nilai keadilan itu terpenuhi,” ucapnya.

Menanggapi upaya hukum banding yang diajukan oleh Mbok Darmi, Juru Bicara PN Tuban, Rizki Yanuar mempersilahkan, karena hal itu merupakan hak dari terdakwa sebagaimana yang diatur dalam KUHAP.

“Ya silahkan gunakan hak itu apabila dari pihak terdakwa ingin mengajukan upaya hukum dalam tenggat waktu yang ditentukan oleh KUHAP,” ucapnya.

Rizki menuturkan, bahwa majelis hakim telah memeriksa berdasarkan hukum dan mempertimbangkan rasa keadilan yang ada di masyarakat. Seandainya terdapat pihak yang belum puas, lanjut dia, maka bisa menempuh upaya hukum.

“Apabila ada pihak yang masih belum bisa menerima putusan, tentu mekanismenya melalui upaya hukum. Nanti akan diuji di pengadilan tinggi,” tandasnya. (Ibn/Jun).