, (Ronggo.id) – Seorang nenek sebatang kara, Tuminah Pulungsari  terancam kehilangan rumah karena terdampak rencana pembangunan Gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT) .

Perempuan sepuh yang diperkirakan berusia 91 tahun itu mengaku sempat didatangi pihak yayasan agar bersedia hengkang dari rumahnya.

Pasalnya, lahan yang dihuni sejak 1982 silam yang diklaim milik Yayasan Abdi Negara tersebut rencananya akan dibangun Gedung IPIT.

“Saya babat alas disini. Kalau disuruh pindah, terus saya mau dipindah kemana. Wong saya tidak punya keluarga dan tidak punya pekerjaan,” ujar Mbah Tum saat ditemui dirumahnya, ditulis Sabtu (15/6/2024).

Saat itu, kata Mbah Tum, ia dan warga lainnya dijanjikan bakal diberikan uang ganti rugi sesuai dengan luas bangunan. Namun berjalannya waktu, justru pihak yayasan menganulir rencana ganti rugi menjadi bantuan sebesar Rp 25 juta.

“Saya bertahan disini bukan membangkang, tapi saya mau menagih kesepakatan awal soal ganti rugi,” tegasnya.

Sebelumnya, Abdul Rahman (42), warga yang juga terdampak pembangunan Gedung IPIT menyebut, dari 19 kepala keluarga (KK), 7 KK diantaranya memilih bertahan dengan harapan mendapatkan ganti rugi yang layak.

“Kita sebenarnya tidak menuntut banyak, kita ingin diperlakukan secara manusiawi,” katanya.

Abdul Rahman membeberkan, pada April 2023 lalu, warga disodori surat pernyataan oleh kuasa hukum yayasan. Klausulnya, warga bersedia menerima pemberian uang kompensasi dengan nominal yang variatif, mulai Rp 50 hingga Rp 85 juta.

“Waktu itu kita dimintai uang 100 ribu untuk buka rekening. Tapi beberapa bulan tidak ada tindaklanjut,” bebernya.

Kemudian, pada Maret 2024 lalu warga dipanggil ke Kantor Yayasan Abdi Negara untuk mediasi. Dalam kesempatan itu, pihak yayasan tiba-tiba menyatakan tidak bersedia memberikan ganti rugi, melainkan sekedar bantuan dengan nominal maximal Rp 25 juta per KK.

“Pihak yayasan menyampaikan tidak bisa memberikan ganti rugi dengan alasan disorot oleh atasan, katanya pelanggaran. Sehingga bahasa ganti rugi dirubah menjadi bantuan, kalau bantuan bilangnya maximal Rp 25 juta,” imbuhnya.

Diungkap Abdul Rahman, opsi lain yang  ditawarkan pihak yayasan, bahwa warga akan dibangunkan rumah di lokasi lain dengan sistem sewa.

“Waktu itu tawaran tersebut langsung saya tolak, karena saya juga harus memikirkan nasib Mbah Tum. Makan saja dikirim oleh Dinas Sosial, bagaimana mau sewa rumah,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Abdi Negara Tuban, Joko Sarwono membantah jika pihaknya pernah menjanjikan uang ganti rugi bangunan kepada warga sebesar Rp 50 hingga Rp 85 juta.

“Nggak ada janji itu. Yayasan cuman sanggup segitu (Rp 25 juta),” ujarnya.  (Ibn/Jun).