TUBAN – Hamparan sampah non organik memadati Pesisir Utara . Berbagai jenis sampah menggunung dan mengeluarkan bau tak sedap. Kondisi ini sangat disayangkan apalagi lokasinya berdekatan dengan jantung kota. 

Seperti yang terpantau di sekitar Terminal Kambang Putih atau Terminal Baru serta pesisir sebelah barat Terminal Lama yang ada di wilayah Desa Sugihwaras, Kecamatan . Sampah yang didominasi berbahan plastik, seperti kantong kresek, botol minuman dan juga popok bayi, memanjang hingga 500 meter dan hampir membuat pasir pantai tak terlihat. 

Salah seorang nelayan di sekitar lokasi mengeluhkan adanya sampah yang berserakan digaris pantai, karena dinilai dapat menganggu ekosistem laut dan memicu penurunan pendapatan nelayan. Di samping itu juga  membahayakan nelayan saat beraktivitas. 

“Karena sampah terus menumpuk, tentunya laut menjadi dangkal. Kadang juga was-was saat melintas untuk membawa pulang tangkapan ikan, soalnya kuatir terinjak pecahan kaca ataupun paku,” ucap Ali Mahmudi (45) nelayan Kecamatan Jenu yang memarkir perahunya disebelah timur Terminal Kambang Putih. 

Tumpukan sampah terhampar luas di Pantai Utara, timur Terminal Baru Tuban, Desa Sugihwaras

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Tuban angkat bicara terkait persoalan sampah yang memenuhi bibir pantai. Menurutnya, sampah yang terkumpul tak hanya dari Tuban, akan tetapi juga berasal dari daerah lain yang terbawa arus ombak. 

Kemudian, perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan disebut turut menyumbang banyaknya sampah yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. 

“Memang kesadaran masyarakat masih rendah terhadap pengelolaan sampah, padahal sudah sering dibersihkan tapi menumpuk lagi,” ucap Bambang Irawan saat dikonfirmasi , Sabtu (5/3/2022). 

Bambang menambahkan, pihaknya akan segera melakukan monitoring di lokasi tumpukan sampah, baik diseputaran Terminal Baru maupun Terminal Lama untuk dilakukan pembersihan menggunakan alat berat. 

“Besok akan kita dilihat. Sebab tidak mungkin dibersihkan dengan cara manual,” imbuhnya. 

Selama ini, segala upaya telah ditempuh, mulai dari pengurangan sampah dari sumbernya melalui partisipasi aktif masyarakat, sampai pengolahan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh Dinas terkait. 

Terobosan lainya, melalui pengembangan teknologi Refused Derived Fuel (RDF), yaitu pengolahan sampah terpadu menjadi bahan bakar setelah dilakukan pencacahan dan pengeringan. Diharapkan dengan program tersebut dapat lebih efektif untuk mereduksi sampah yang dihasilkan di Tuban yang mencapai 500 ton setiap harinya. 

“Untuk RDF masih diusulkan kembali ke Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), semoga tahun ini bisa direalisasi,” pungkasnya.

, didampingi Wabup dan Tuban usai resmikan tungku pembakar sampah di Kecamatan Tambakboyo

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan pernyataan Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky usai meresmikan alat Tungku Pemusnah Sampah di Kecamatan Tambakboyo pada (5/9/2021) lalu. Jika pada tahun anggaran 2021, Pemkab Tuban telah mengalokasikan dana untuk menyediakan alat penyisir sampah, khususnya sampah ditepian pantai. Nantinya, alat tersebut dapat dikolaborasikan dengan tungku pembakar sampah yang tersedia.

Kebijakan yang dicanangkan oleh Mas Bupati, sapaan Bupati Tuban tersebut seolah bagaikan angin surga. Pasalnya, alat itu digadang dapat menjadi solusi dalam mengurangi dampak negatif sampah dengan mengelola sampah menjadi bahan bakar industri di .

Namun demikian, hal itu tak lantas menjadikan pesisir dengan panjang sekitar 65 kilometer tersebut bersih dari sampah, melainkan justru semakin memprihatinkan.

Sebatas diketahui, informasi yang dihimpun oleh .id, tungku pembakar sampah tersebut mampu membakar sampah kurang lebih 10 ton hanya dalam kurun waktu 3 jam dengan menggunakan bahan bakar 10 liter oli bekas. Dan abu hasil pembakaran sampah itu dapat dimanfaatkan sebagai kompos yang nantinya digunakan untuk bercocok tanam.