– Puluhan warga tumpah dalam kegiatan tradisi Sadekah Bumi (manganan) di Kawasan Wisata Pemandian , Kecamatan , , Rabu (25/8/2021).

Namun, dalam kegiatan tahunan ini serasa berbeda dari tahun sebelumnya. Sebab, ditahun sebelum wabah melanda, ini selalu mempertunjukkan hiburan seni khas Tuban, yakni Tayub.

Juru Kunci Wisata , Hartono menyebutkan, tradisi manganan ini digelar sebagai wujud syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Tuban kepada masyarakat melalui sumber mata air Sendang Pemandian Bektiharjo.

“Acara manganan ini memang digelar setiap tahun. Tapi karena ada larangan dari pemerintah untuk tidak membuat acara yang menimbulkan kerumunan saat pandemi, sehingga kami tidak membuat hiburan Sindiran (Tayub),” kata Hartono.

Tradisi manganan ini tidak hanya diikuti oleh warga Bektiharjo saja, namun desa tetangga seperti Prunggahan Wetan, Prunggahan Kulon, Tegalagung juga turut memeriahkan agenda tahunan ini. Hal ini dikarenakan, mereka yang datang dalam tradisi manganan dan memanjatkan doa tersebut biasanya ikut menggunakan sumber air dari Pemandian Bektiharjo.

“Ya manganan ya doa. Kalau doa ya minta agar warga yang menggunakan air dari sini diberi kesehatan, panjang umur dan rejeki berlimpah,” terangnya.

Pantauan dilapangan, setelah warga menggelar manganan, mereka pergi ke beberapa makam yang diyakini merupakan makam wali dari Kerajaan Majapahit yang bernama Syech Abdur Rahman, Syech Abdul Wahab dan Syech Patih. Serta makam dari beberapa penganut agama Hindu, yakni Ki Rekso.

Usai berdoa, warga kemudian melemparkan nasi diseputaran Sendang Bektiharjo dan menaruhnya dibawah pepohonan besar yang ada di Kawasan Pemandian Bektiharjo. Tujuannya agar dimakan oleh ikan dan monyet disekitar lokasi yang diyakini sebagai penjaga atau leluhur di sungai tersebut.

Ditempat yang sama, Wartini (54), warga setempat mengaku, dengan memberi makan ikan dan monyet di Kawasan Pemandian Bektiharjo tersebut merupakan bentuk syukur karena telah menggunakan air yang ada di sungai itu.

Ia juga berharap agar virus segera hilang. Sebab, tradisi manganan yang biasanya dibarengi dengan hiburan Tayub harus terhalang oleh peraturan pemerintah tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Kalau dulu, seni Tayub saat manganan ini wajib ada. Tapi kalau sekarang tidak boleh sama pemerintah. Karena kondisinya seperti ini ya mau bagaimana lagi. Kita harus taat,” tutupnya.