TUBAN – Tape Singkong merupakan salah satu jajanan tradisional yang masih diminati oleh semua kalangan, rasanya yang manis dan legit serta tekturnya yang lunak membuat makanan yang identik dengan Kota Bondowoso, Jawa Timur ini terus bertahan ditengah ragam olahan kuliner dengan berbagai cita rasa.
Bagi warga Tuban yang ingin menikmati lezatnya olahan singkong yang difermentasi tak perlu jauh-jauh pergi ke Kota Tape Bondowoso, pasalnya di Bumi Ronggolawe telah banyak ditemui para pengrajin tape. Salah satunya di Desa Klutuk, Kecamatan Tambakboyo.
Di kampung ini, usaha tape sudah menjadi produk andalan, bahkan tape yang dihasilkan mulai diburu para pecinta kuliner maupun jajanan, baik yang berasal dari Tuban maupun luar Provinsi sekedar untuk hidangan ataupun sebagai oleh-oleh.
Selain itu, tape dari desa tersebut perlahan mampu bersaing dan tembus pasar modern, dengan omset jutaan rupiah perbulan. Seperti yang disampaikan oleh Asih (31), satu diantara puluhan pengrajin tape asal Desa Klutuk yang sejak tahun 2012 menekuni bisnis ini.
“Ada yang masih dijual dipasar tradisional, kemudian juga ke Bravo dan Samudera Swalayan,” kata Asih kepada ronggo.id, Jumat (18/2/2022).
Demi memenuhi pesanan dari pelangganya, sekali produksi ia membutuhkan 1 sampai 2 kwintal bahan baku berupa singkong pilihan. Untuk proses pengerjaanya, selama ini Asih dibantu 3 orang, dimulai dari pengupasan, pencucian, perebusan hingga peragian yang memakan waktu 2-3 hari demi memastikan tape benar-benar matang.
Sebelum siap dipasarkan, terlebih dahulu tape yang telah matang dibungkus menggunakan besek atau bungkus kotak yang dibuat khusus dari anyaman bambu. Diceritakan oleh Asih, ia dan beberapa warga lainnya sempat melakukan studi banding selama 3 hari ke kota Bondowoso guna belajar bagaimana cara packing yang baik dan benar agar olahan tape tetap berkualitas.
“Jadi, sebelumnya hanya pakai bungkus mika dan plastik, kemudian tahun 2017 baru dikemas menggunakan besek. Untuk tape yang ukurannya kecil dan dibungkus plastik dibandrol dengan harga seribu rupiah, sedangkan tape dengan kemasan besek dipatok sepuluh ribu per kotak,” bebernya.
Dengan jumlah pelanggan yang setiap harinya bertambah, Asih mengaku kewalahan jika terus memproduksi hanya dengan alat sederhana, apalagi saat kondisi banyak pesanan yang harus diselesaikan bersamaan. Kedepanya ia berencana membuat alat produksi yang lebih canggih agar nantinya dapat mempermudah dalam menjalankan usahanya.
“Sudah beberapa kali mengajukan proposal bantuan alat ke pemerintah, namun belum di acc,”. pungkasnya.