TUBAN, (Ronggo.id) Tanah Negara (TN) seyogyanya dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah serta dikelola sebagai Tanah Kas Desa (TKD) untuk dapat dikembalikan kepada masyarakat dalam membangun sarana prasarana yang dibutuhkan warga maupun kegiatan sosial melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Namun, berbeda dengan yang terjadi di Desa Bangilan, ,

Masyarakat desa setempat mengaku geram dengan ulah Kepala beserta perangkatnya yang diduga memonopoli keberadaan dan hasil pengelolaan TN untuk kepentingan pribadi. Pasalnya, selama 15 tahun, TN di Bangilan seluas 33 hektar itu disinyalir telah disewakan kepada salah seorang pengusaha kebun tebu, namun uang hasil sewa diduga tidak dimasukkan sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD). 

Dugaan korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Bangilan itu telah dikonsultasikan oleh beberapa pihak oleh masyarakat, termasuk , Inspektorat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan berakhir pelaporan di

Ketua Paguyuban Masyarakat Bangilan Rembug, Agus Prasmono menyatakan, adanya indikasi atau dugaan korupsi pengelolaan TN seluas 33 hektar tersebut telah terendus oleh masyarakat sejak lama. Yakni sekitar 15 tahun atau tiga periode kepemimpinan Kades.

Ia menceritakan, runtutan awal kontrak sewa lahan TN diduga dilakukan oleh Kades Junadi saat menjabat sebagai Bangilan. Sayangnya uang dari hasil sewa tanah tidak masuk pada PAD. Hal serupa juga disinyalir dilakukan oleh Kades berikutnya, yakni Sukirno. Hasil sewa lahan itu juga diduga tidak jelas arahnya. 

Seolah seperti ada kemufakatan, kursi kepemimpinan tingkat desa tersebut kembali ke tangan Junadi dan saat ini jabatan Kepala Desa dipegang oleh rivalnya, yaitu Sukirno. Alih-alih dapat memberikan angin surga kepada masyarakat perihal pengelolaan TN itu, hasil sewa lahan tak kunjung ada titik terang. Hal inilah yang membuat warga resah dan mengadukannya hingga ke Kejaksaan Negeri Tuban. 

“Rencananya tadi, Kami mau mempertanyakan soal pengaduan adanya dugaan korupsi TKD ke Kejaksaan yang berkasnya sudah Kami kirimkan sekitar sebulan lalu, tapi karena ada petugas dari Kejaksaan yang datang ke desa untuk meninjau lokasi tanah, sehingga Kami kembali ke desa untuk ikut memantau itu,” ungkap Agus Prasmono bersama 24 orang perwakilan Paguyuban Masyarakat Bangilan Rembug saat ditemui di sebuah warung yang ada di sekitar Desa Sugihwaras, Kecamatan , Kamis (5/1/2023). 

Ia menyatakan bahwa, adanya dugaan penyimpangan dana sewa lahan TN tersebut sudah diketahui dan diamini oleh Camat Bangilan, dan dinyatakan jika uang hasil sewa lahan tidak dimasukkan dalam APBDes.

“Kami juga sudah mendapatkan bukti-bukti seperti berkas perjanjian sewa TN, termasuk kwitansi pembayaran. Karena tidak ada itikad baik dari Kades, sehingga Kami terpaksa membawa kasus ini ke Kejaksaan,” jelasnya. 

Sementara itu, Kuasa Paguyuban Masyarakat Bangilan, Nang Engki Anom Suseno menyebutkan, jika berkas-berkas yang dibutuhkan seperti kontrak sewa mulai awal hingga kwitansi sudah dikantonginya. Bahkan, dirinya juga telah mendapatkan keterangan dari penyewa lahan terkait biaya sewa yang diberikan kepada sang Kades. 

“Informasi yang Kita dapat, harga sewa perhektar itu diduga senilai 5 juta pertahun. Jumlah itu disampaikan ke desa hanya 3 juta dan sisanya diduga fee untuk Kades beserta perangkat,” ucap Nang Engki Anom Suseno kepada .id

Anehnya, saat warga menanyakan perihal dana senilai Rp 3 juta yang tidak ada dalam PAD maupun APBDes, tiba-tiba muncul Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) pada APBDes baru yang berbunyi untuk pengadaan berbagai keperluan kantor. Hal ini justru memunculkan kecurigaan tersendiri bagi masyarakat. 

“Kami juga menduga adanya LPJ berbagai pengeluaran kantor itu malah terkesan diada-adakan atau dimunculkan. Tapi, apapun dalihnya, Kita bersama masyarakat akan terus mengawal kasus ini mulai proses awal hingga penanganannya sampai tuntas,” pungkasnya. (Ibn/Jun)?

Dapatkan Berita Terupdate RONGGO ID di: