TUBAN, (Ronggo.id) – Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) bersama Pemerintah Kabupaten Tuban menggelar Konsultasi Publik guna memetakan berbagai masalah sosial ekonomi dampak dari pembangunan Tol Gresik – Tuban.
Kegiatan yang berlangsung di Kantor Pemkab Tuban, Kamis (23/2/2022) itu turut dihadiri Forkopimcam Widang, Plumpang serta pemerintah desa yang terdampak, meliputi Desa Penidon, Compreng, Banjar, Tegalsari, Kedungharjo dan Widang.
Kabid Perekonomian, SDA, Infrastruktur, dan Kewilayahan pada Bappeda Litbang Tuban, Ikhwan Sulistyo menjelaskan, konsultasi publik ini untuk meminimalisir dampak negatif pembebasan lahan yang direncanakan pelaksanaanya di tahun 2025-2026.
“Tim konsultannya Kementrian PUPR mendata kira-kira dampak apa dari pembebasan lahan,” katanya.
Ikhwan menuturkan, terdapat dua kategori dampak yang ditimbulkan dari pembebasan lahan, pertama dampak parah, yaitu lahan warga yang dibebaskan lebih dari 25 persen. Kemudian dampak rentan, mencakup janda, disabilitas dan warga miskin.
“Tadi sudah didata, tinggal bagaimana cara meminimalisir dampak tersebut,” bebernya.
Kedepan, lanjut Ikhwan, warga yang mendapat ganti untung dari pembebasan lahan diharapkan mendapatkan kegiatan maupun program dari dinas yang membidangi, yakni Diskopumdag dan Disnakerin Tuban.
Misal saja, warga yang awalnya berprofesi sebagai seorang petani, karena lahannya dibebaskan untuk proyek pembangunan tol, untuk diarahkan agar berwirausaha ataupun beternak.
“Kita menyesuaikan kebutuhan dari warga, jadi bukan kita yang menentukan, melainkan warga yang memilih. Sehingga kedepannya warga yang telah mendapat ganti untung itu kehidupannya tidak menjadi lebih buruk,” sambungnya.
Ditempat yang sama, Dewan Pakar Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP) proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Tol Tuban-Lamongan-Gresik, Witono mengatakan, Pemkab Tuban diharapkan serius menyusun program yang dapat memperbaiki kehidupan warga terdampak.
“Tentunya program ini harus terwujud, karena nantinya ada monitoring dan pemantauan terkait pelaksanaanya. Jika dari hasil evaluasi tidak sesuai harapan, maka pemerintah daerah wajib membantu dalam bentuk program yang lain,” katanya.
Witono mengungkapkan, setelah tahapan studi LARAP ini selesai, maka akan disusun lagi Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah atau DPPT, yang direncanakan pada tahun 2025 mendatang.
“Itu nanti akan ada tahapan pembebasan tanah sesungguhnya. Jadi perencanaanya tergantung dengan rencana kontruksinya,” tandasnya. (Ibn/Jun).