Menurut Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase dan APS, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Dalam ranah hukum, dikenal dua klasifikasi penyelesaian sengketa, yakni melalui jalur di luar pengadilan (non-litigasi) dan jalur litigasi (litigasi). Kemunculan lembaga jalur non-litigasi muncul sebagai antitesis atas sistem pengadilan yang tidak efisien secara waktu dan biaya. Merujuk pada jenis dan kompleksitas sengketa, kemunculan lembaga jalur non-litigasi dilirik sebagai alternatif penyelesaian sengketa terutama dalam sengketa bisnis. Penyelesaian sengketa dengan jalur litigasi ini selanjutnya disebut sebagai Alternative Dispute Resolution/ADR atau Alternatif Penyelesaian Sengketa/APS.
Litigasi
Jalur litigasi adalahpenyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar hukum.
Non-Litigasi
Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan ” Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan.” .
Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan ” Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli.”
Frans Winarta menguraikan pengertian masing-masing lembaga penyelesaian sengketa di atas sebagai berikut:
- Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
- Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.
- Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
- Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
- Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
Perbandingan Keefektifisan APS Non Litigasi dan Litigasi
Dalam APS seperti sudah dijelaskan pada poin sebelumnya terdapat 2 jalur penyelesaian sengketa, namun kali ini akan dibandingkan seberapa eftifkah jedua jalur tersebut.
Jika menelisik dan dilihat dari kemanfaatnya, jalur penyelsaian non litigasi ialah jalur yangt tidakefektif dan tidak adanya kepastian hukum bila mana para pihak sudah bersepakat, putusannya bisa saja dilanggar lagi apabila salah satu pihak mengatakan tidak puas dengan putusan tersebut, maka salah satu dari beberapa alternatif penyelesainan sengketa upayanya salah satunya ialah negosiasi, kedua duduk bersama dan membahas duduk perkara persengketaan atau permasalahan diantara keduanya tanpa harus ada interfensi dari manapun dan dapat sekali dicari jalan tengahnya atau juga dapat dikatakan sebagai win win solution, dan juga negosiasi tersebut juga bisa sebagai bahan uji kemampuan diplomat suatu negara dalam melakukan lobby.
Adapun bila melalui jalur negosiasi belum atau tidak memenuhi titik temu, maka ada alternatif penyelesaian sengketa lain, yakni melalui mediasi, mediasi sendiri dilakukan oleh pihak ketiga netral yang ditunjuk oleh kedua pihak yang bersengketa atau bisa dibilang sebagai mediator untuk kedua pihak untuk mencapai win win solution
Kemudian yang terakhir abitrase, jika kedua cara sebelumnya gagal alternatif penyelsaian masalah bisa juga melalui jalur arbitrase yang bertujuan penyelesaian kasus di luar pengadilan umum untuk sengketa perdata, tetapi ada kekurangan dengan diadakannya arbitrase yakni putusannya yang tidak bersifat mengikat, walaupun putusan sudah dikeluarkan, tetapi ada salah satu pihak yang tidak puas, maka tidak ada kewajiban salah satu pihak untuk melaksanakan putusan tersebut, Hal tersebut juga berlaku pada negosiasi dan mediasi, karena itulah proses alternatif penyelesaian sengketa menurut pemakalah kurang efektif dilakukan oleh pihak yQQang bersengketa.
Jika dibandingkan dengan jalur litigasi (Pengadilan), menurut pemakalah proses ini adalah cara yang efektif dalam proses penyelesaian sengketa, karena didalam proses ini para pihak menentukan bagaimana model pengadilan yang diinginkan dan beserta hakim yang ditunjuk ialah kesepakatan antara dua pihak. Dan juga Menurut saya proses ini efektif karena memerlukan waktu dan proses yang singkatkarena beriorientasi dengan fakta-fakta hukum yang sudah ada, Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Namun dari segi kepastian hukum, jalur litigasi sangat mempunyai kekuatan hukum tetap, oleh karena itu putusanya bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh pihak yang kalah.