TUBAN, (Ronggo.id) – Dua anggota polisi dilaporkan ke Satreskrim Polres Tuban lantaran diduga menganiaya Barno (58) terduga pelaku pencurian besi grill penutup gorong-gorong di Wilayah Kecamatan Merakurak milik Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PUPR PRKP) Kabupaten Tuban.
Terlapor yakni Mantan Kanit Reskrim Polsek Merakurak, IPTU Kiswoyo dan Anggota Polsek Merakurak, Briptu Ifrozin. Dua anggota Kops Bhayangkara itu dilaporkan oleh Istri Barno, Tursini, Warga asal Kecamatan Montong.
Wanita berusia 51 tahun yang sehari-hari bekerja di laundry itu mendatangi Mapolres Tuban didampingi Kuasa Hukumnya, yaitu Imam Santoso dan Nang Engki Anom Suseno, Rabu (24/7/2024).
Tursini menjelaskan, kedatangannya ke Mapolres Tuban guna melaporkan IPTU Kiswoyo dan Briptu Ifrozin karena diduga melakukan penganiayaan terhadap suaminya saat penangkapan pada 2 April 2024 lalu.
Ia menuntut, dugaan penganiayaan ini diusut tuntas. Apabila terbukti, agar pelaku penganiayaan mendapatkan hukuman yang setimpal seperti yang dialami suaminya yang kini mendekam di Lapas dan masih menjalani proses persidangan.
“Saya berharap yang menganiaya harus diadili, seperti suami saya diadili di pengadilan,” ujarnya.
Imam Santoso mengungkapkan, kedua terlapor ini diduga kuat telah melakukan penganiyaan terhadap Barno pada saat melaksanakan penyelidikan, hingga mengakibatkan Barno babak belur.
“Kita laporkan atas dugaan tindak pidana Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan secara bersama-sama. Sudah kita serahkan bukti pendukung berupa resume medis atas nama Barno, lalu dokumen foto yang menunjukan luka-luka di tubuh Barno,” ungkapnya.
Dalam penanganan perkara, kata Imam, tidak semestinya anggota kepolisian selaku aparat penegak hukum (APH) bertindak arogan.
“Penegak hukum harusnya menangani perkara dengan humanis, tanpa ada tindakan kekerasan,” katanya.
Sementara itu, Nang Engki Anom Suseno menjelaskan, bahwa dugaan penganiayaan atau penyiksaan yang mengakibatkan luka-luka tersebut bukan delik aduan, melainkan delik biasa.
Setelah pihak kepolisan mengetahui adanya luka, menurut Engki, seharusnya bisa langsung ditindaklanjuti, tanpa perlu menunggu pelaporan, apalagi sudah ada hasil Visum et Repertum.
“Karena kami melihat belum ada proses hukum, makanya kita laporkan, dengan bukti-bukti yang kita miliki dan juga keterangan saksi dalam persidangan,” imbuhnya.
Engki menceritakan, dugaan penganiayaan itu bermula saat Barno ditangkap oleh kedua terlapor di Wilayah Kecamatan Palang pada 2 April 2024, dini hari.
Kedua terlapor lantas membawa Barno ke Mapolsek Merakurak. Kemudian, sore harinya baru diserahkan ke Penyidik Satreskrim Polres Tuban.
“Pada saat dilimpahkan ke Polres Tuban, ternyata didapati sejumlah luka di tubuh Barno. Ada luka sobek di kaki, mata lebam, luka memar di punggung, dan benjolan di kepala. Itu hasil Visum et Repertum dan diterangkan oleh dokter yang melakukan visum,” bebernya.
Dengan adanya pelaporan ini, Engki berharap, APH mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan SOP dan tetap memanusiakan manusia, sekalipun terhadap pelaku tindak pidana.
Selain itu, Engki berharap ada perbaikan dan pemahaman moralitas bagi APH agar tidak semena-mena kepada masyarakat.
“Siapapun pelakunya, namanya tindak pidana harus diproses. Yang kita laporkan ini anggota Polri, maka harus diproses sebagaimana hukum yang berlaku. Bila perlu di PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat), karena itu adalah pelanggaran HAM,” tegasnya.
Terpisah, Kasatreskrim Polres Tuban, AKP Rianto mengaku telah menerima laporan dari Istri Barno. Pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu sebelum didisposisikan ke unit terkait.
“Laporan ini tetap kita terima. Terkait benar dan tidaknya, kita tunggu hasil penyelidikan,” ucapnya.
Hingga berita ini diterbitkan, IPTU Kiswoyo yang kini menjabat Kanit Reskrim Polsek Montong masih belum merespon saat dimintai tanggapan terhadap laporan yang dilayangkan oleh Keluarga Barno. (Ibn/Jun).