TUBAN – Seorang nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PT BPR Babat Lestari bernama Lastari (50), warga Desa Kesamben Barat, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban mengeluhkan adanya denda dan bunga dalam angsurannya yang dinilai tidak masuk akal.
Hal ini lantaran, pinjaman yang dilakukan oleh nasabah pada April 2015 lalu sebesar Rp 50.000.000 disertai pokok bunga Rp 36.000.000, telah diangsur selama 36 kali dengan besaran angsuran Rp 1.388.900 beserta denda Rp 1.000.000 dinilai sudah lunas pada Maret 2018 lalu.
Anehnya anggunan berupa sertifikat miliknya yang dulu digunakan sebagai jaminan tak kunjung dikeluarkan. Namun pihak BPR Babat Lestari yang berada di Jalan Basuki Rahmad Tuban, justru terus meminta uang dengan dalih denda dan bunga yang jumlahnya tak dapat dinalar.
Lastari mengaku, bahwa dalam proses pembayaran, pihaknya merasa telah sesuai dengan jatuh tempo yang telah disepakati bersama. Bahkan angsuran berikut denda dan bunganya telah diselesaikan oleh nasabah, tetapi pihak BPR tidak juga memberikan sertifikat dan justru terus meminta uang dengan dasar denda dan bunga.
“Angsuran dan bunga sudah saya selesaikan, tapi tiba-tiba muncul denda sebanyak 9 juta saat akan mengambil sertifikat. Itupun uangnya sudah saya kasih. Tapi dari BPR katanya saya masih harus bayar lagi, katanya kekurangan pinjaman dan denda,” ungkap Lastari, Rabu (18/8/2021).
Jika mengacu pada data print out dari PT BPR Babat Lestari yang diberikan kepadanya, kolektibilitas pembayaran yang dilakukan Lastari tertera lancar tanpa tunggakan. Kendati begitu, saat akan mengambil sertifikat yang kedua kalinya, tiba-tiba muncul denda sebesar Rp 36.120.600. Ini dinilai sebagai bentuk pemerasan.
“Kemarin hari Senin, kami diminta datang dan membayar sebesar 5 juta sesuai dengan permintaan Kepala Cabang. Karena orangnya tidak ada di kantor, saya diminta kembali hari Rabu ini. Tapi, saat ketemu kepalanya malah dia minta uang lagi yang katanya untuk pembayaran denda plus bunga sebesar 36 juta lebih,” terangnya.
Karena denda yang tak masuk di akal tersebut, Lastari mencoba meminta penjelasan atas nominal tersebut berupa rincian denda dan bunga yang disodorkan kepadanya. Namun, pihak BPR tidak dapat memberikan keterangan dan meminta melupakan angka sebesar 36 juta tersebut dengan hanya mengenakan biaya sebesar 8,3 juta kepadanya.
“Ini kan jadi semakin aneh. Pokok pinjaman dan pokok denda sudah nol, tapi lagi-lagi saya dimintai uang yang katanya denda dan bunga. Ini jelas sangat memberatkan dan semakin mencekik saya sebagai nasabah,” keluhnya.
Sementara itu, Kepala Cabang BPR Babat Lestari Tuban, Edi Hendro saat dikonfirmasi awak media mengaku, jika permasalahan yang terjadi antara pihak BPR dan nasabah bernama Lastari sudah dilimpahkan ke Direksi kantor pusat, yakni BPR Lestari Nusantara Indonesia yang berada di Surabaya.
“Kita di cabang tidak memiliki kewenangan apapun, soalnya penanganannya sudah di handle oleh pihak pusat,” jelas Edi, Kamis (19/8/2021).
Dikonfirmasi terpisah, Direksi BPR Lestari Nusantara Indonesia, Sri Astuti menyampaikan bahwa terkait permasalahan yang terjadi antara BPR Babat Lestari dengan nasabah bernama Lastari ini merupakan hal sangat sederhana. Namun, pihak nasabah tidak dapat diajak berbicara secara baik-baik, sehingga seluruh data dilimpahkan ke kantor pusat Surabaya.
“Kemarin Pak Edi dari Kacab sudah berupaya memberikan penjelasan dengan baik-baik, namun nasabahnya tidak bisa. Berarti ini kan sudah deadlock,” kata Sri Astuti.
Pihaknya mengklaim bahwa BPR Lestari Nusantara Indonesia berada dibawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apabila terjadi permasalahan, dapat selesaikan secara kekeluargaan dulu ke Lembaga Alternatif Sengketa (LAPS). Adapun yang seharusnya diselesaikan oleh nasabah berkisar 57 juta, namun pihak BPR hanya mengenakan bunga dan denda sebesar 28 juta saja.
“Kami sangat terbuka kok. Kita tidak bisa berbicara panjang lebar melalui telepon. Monggo jika teman-teman dari Tuban mau konfirmasi bisa langsung datang ke kantor pusat atau ketemu di kantor OJK juga bisa,” tutupnya.