TUBAN – Kasus Penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Tuban kian menghawatirkan. Data terbaru, ditemukan sebanyak 292 ekor sapi dari 16 kecamatan teridentifikasi wabah virus tersebut, 4 sapi diantaranya dinyatakan mati.
Kondisi ini pun membuat pemilik ternak sapi ketar-ketir. Pasalnya, mereka harus mengeluarkan biaya pengobatan dan perawatan bagi hewan ternak yang terjangkit dan ongkosnya terbilang cukup menguras kantong.
Seperti yang dialami CT (39), warga Desa Karanglo, Kecamatan Kerek. Menurutnya ia harus mengeluarkan biaya perawatan dan pengobatan sapi miliknya. Misalnya, satu ekor sapi mendapatkan dua kali suntikan dalam sekali mendatangkan dokter hewan, pihaknya harus merogoh gocek mulai dari Rp90 hingga Rp100 ribu per ekor. Belum lagi dengan biaya bahan-bahan yang diracik menjadi jamu untuk diminumkan kepada sapi yang terjangkit PMK.
“Di kandang ada 6 ekor sapi yang semuanya tertular PMK, tapi yang disuntik baru 4 ekor. Tadi habis 200 ribu per dua ekor karena ditambah kapsul, kalau kemarin lusa habis 180 ribu per dua ekor, jadi totalnya 380 ribu. Sedangkan untuk membeli bahan-bahan jamu tradisionalnya habis sekitar 350 ribu. Kalau di total semuanya habis sekitar 750 ribuan,” ungkapnya, Jumat (27/5/2022).
CT menceritakan, jika sapi miliknya mulai terlihat mengalami gejala PMK pada hari Selasa (25/5) lalu, dengan gejala kaki sapi bagian belakang membengkak, nafsu makan berkurang dan mengeluarkan liur berlebihan disertai luka-luka disekitar rongga mulut seperti sariawan. Atas kondisi ini, ia berharap, pihak terkait bisa membantu agar para peternak sapi tidak semakin terbebani.
“Harapan kami ada bantuan dari pemerintah, karena wabah PMK belum bisa diprediksi kapan akan berakhir,” pintanya.
Sementara, Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Peternakan / Perikanan (DKPPP) Tuban, Pipin Diah Larasati menuturkan, bawa pihaknya terus berupaya agar pengobatan terhadap sapi yang terjangkit PMK bisa dibiayai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), termasuk juga pengadaan obat-obatan yang nantinya didistribusikan kepada masyarakat.
Ia juga menyampaikan, adanya wabah PMK ini juga berdampak pada ketersediaan obat-obatan sendiri masih sangat terbatas, begitupun jumlah Dokter Hewan. Untuk itu, pihaknya akan memaksimalkan bantuan dari berbagai pihak, termasuk bantuan mandiri dari peternak dan petugas medik veteriner atau segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit hewan.
“Obat-obatan baru akan kami distribusikan minggu depan, karena memang baru proses pengadaan. Itupun jumlahnya sedikit, sebab rencana awalnya tidak semua untuk PMK,” tuturnya.
Disinggung soal besaran biaya suntik sapi, Pipin menyebut, jika belum ada Peraturan Daerah (Perda) Tuban yang mengatur mengenai berapa jumlah ongkos pasti yang harus dikeluarkan oleh para peternak.
Apalagi, tidak semua petugas yang menangani hewan dan penyakit hewan ternak terikat dengan kedinasan, khususnya mereka yang bekerja secara mandiri yang biaya pelayanan masih diatur oleh Organisasi Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI). Kendati demikian, tindak lanjut dari penanganan awal, petugas akan melakukan kunjungan dan monitoring agar untuk pembiayaan nantinya bisa tercover Dinas.
“Kalau sekarang biaya pelayanan minimal dari pelayanan awal masih diatur oleh PDHI. Rencananya kita bahas kembali dan disesuaikan dengan Undang-undang Cipta Kerja,” tutupnya. (Ibn/Jun).