TUBAN (Ronggo.id) – Kabupaten Tuban memiliki kekayaan alam yang melimpah, baik dari sektor laut, alam, hingga industri yang kian menggeliat. Namun, mengapa Bumi Ronggolawe masih saja dijuluki dengan daerah atau kabupaten termiskin nomor 5 di Jawa Timur?
Kabupaten Tuban yang berada di wilayah administratif Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Rembang Jawa Tengah ini memiliki luas wilayah daratan 1.904,70 kilometer persegi, luas wilayah lautan 22.608 kilometer persegi, serta panjang pantai diperkirakan mencapai 65 kilometer dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 juta jiwa di 20 Kecamatan.
Jika menelisik lebih dalam, sumber kekayaan di Kabupaten Tuban memang sangat luar biasa dibanding daerah lain di Jawa Timur. Diantaranya dari sektor laut, pertanian dan holtikultura, perikanan, pertambangan, destinasi wisata hingga industrialisasi.
Dari sektor ketahanan pangan, Tuban menduduki peringkat ke 1 se Jawa Timur dan nomor 4 tingkat nasional untuk komoditi padi dan jagung. Kemudian dari sektor perikanan, Tuban memiliki luas laut dan pantai di pesisir Pantai Utara yang memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar dan menjadi tumpuan perekonomian masyarakat pesisir, meliputi Kecamatan Palang, Tuban, Jenu, Tambakboyo dan Bancar.
Selanjutnya, dari segi industrialisasi, Tuban memiliki beberapa perusahaan BUMN skala nasional hingga multinasional beserta anak usahanya, diantaranya bergerak dalam sektor pertanian dan perikanan, pertambangan, hingga minyak dan gas bumi.
Mengacu pada pendapatan daerah Tuban, tahun 2019 berjumlah Rp2.650.229.496.675, kemudian di tahun 2020 Rp2.578.839.055.752, sementara di Tahun 2021, mencapai Rp648.665.524.924. Adapun target Bupati, Aditya Hal indra Faridzky di tahun 2022 diproyeksikan sebesar Rp2.081.873.318.487.
Sendiri memiliki kekayaan alam yang melimpah disektor pertanian dan perikanan, Kabupaten Tuban juga telah marak aksi penambangan, baik berupa batu kapur dan dolomit, minyak dan gas bumi, tanah liat, hingga pasir kuarsa atau silica.
Adapun masing-masing tambang tersebut tersebar di beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Tuban. Diantaranya di Kecamatan Palang, Semanding, Tambakboyo, Bancar, Jatirogo, Montong, Grabagan, Rengel, Soko, Parengan dan Kecamatan Widang.
Mirisnya, banyak diantara pelaku usaha pertambangan tersebut belum benar-benar memiliki izin resmi dari Kementrian ESDM. Hal ini tentu hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan masyarakat, termasuk rusaknya ekosistem alam. Kendati begitu, aksi penambangan di Bumi Ronggolawe itu seolah mulus tanpa kendala.
Saat tim Ronggo.id mencoba mengkonfirmasi ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan Tuban, Bambang Irawan, menjelaskan, pihaknya hanya mendata perusahaan tambang yang telah memiliki badan hukum. Sementara untuk yang belum berizin, sepenuhnya ranah penegak hukum.
“Kalau kami hanya mendata yang berijin. Untuk yang ilegal harusnya langsung mendapatkan tindakan dari kepolisian,” ungkap Bambang Irawan saat ditemui dalam kegiatan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat di Pasar Baru Tuban, Selasa (31/5) lalu.
Maraknya pelaku pertambangan tersebut, selain berdampak terhadap lingkungan dan masyarakat, juga berbanding terbalik dengan visi misi Bupati Tuban, “Mbangun Deso Notho Kutho”. Pasalnya, truk bermuatan berat yang disinyalir melebihi batas tonase justru mengakibatkan kerusakan jalan, namun tidak ada kontribusi kepada Pemerintah Daerah perihal pajak.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementrian ESDM, Ridwan Jamaluddin secara tegas menyebut, masyarakat yang melakukan aktivasi tambang liar bukan bagian dari tambang rakyat, melainkan ada pemodal yang justru memanfaatkan kondisi tersebut demi keuntungan pribadi dan kelompok.
“Ini yang banyak di pelesetkan seolah-olah kalau rakyat menambang itu jadi tambang rakyat. Pertambangan rakyat yang sesungguhnya sudah sangat jelas, ada aturannya dan ada regulasinya,” jelasnya.
Menurutnya, tambang liar memang dilarang lantaran tidak mengikuti regulasi yang ada, tidak mengikuti tata kelola pertambangan yang baik, serta membahayakan dan merusak lingkungan.
Pria lulusan Institute Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Geologi ini mengungkapkan, lemahnya penegakkan hukum menjadi penyebab maraknya aksi penambangan. Bahkan, para pengusaha juga tidak segan melakukan berbagai cara untuk bisa melakukan kegiatan pertambangan.
“Ini memerlukan tindakan penegakkan hukum yang benar-benar tegas. Meski sudah dilakukan penindakan, tapi aksi pertambangan ilegal masih saja terjadi,” tegas Ridwan.