Bulan Ramadhan adalah bulan mulia yang penuh dengan kenikmatan bagi setiap umat muslim. Pada bulan ramadhan, Allah wajibkan setiap umat muslim untuk menjalankan ibadah puasa sebagaimana ketentuan dalam rukun Islam yang ketiga. Tidak hanya sekedar untuk menahan makan dan minum, syariat Islam juga menuntun umatnya untuk dapat menahan hawa nafsu selama menjalankan ibadah puasa. Adapun hikmah dari tuntunan syariat tersebut tidak lain untuk mendidik manusia menjadi seorang mukmin yang luhur, senantiasa bersyukur kepada Allah dan bersabar atas segala ujianNya.
Selain kewajiban berpuasa, pada bulan Ramadhan juga Allah wajibkan umatnya melaksanakan perintah rukun Islam yang keempat yaitu menunaikan zakat. Zakat ini disebut dengan zakat fitrah yang berarti zakat jiwa yang dikeluarkan satu tahun sekali pada hari raya. Maksud dari adanya kewajiban menunaikan zakat bagi kaum muslimin adalah untuk membersihkan atau mensucikan, sebagaimana firman Allah (Q.S. At-Taubah ayat 103) disebutkan:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka”
Berbicara mengenai zakat fitrah, dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari Nomor 1433, disebutkan: “Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, beliau megatakan, “Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering. Kewajiban ini berlaku bagi kaum muslimin, budak maupun orang merdeka, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa. Beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang berangkat shalat.” Jika merujuk pada teks hadis tersebut, maka jelas bahwa ketentuan mengenai pemberian zakat fitrah ialah berupa makanan pokok. Karena zakat fitrah bertujuan untuk memberikan kecukupan kebutuhan pokok kepada fakir miskin pada hari raya.
Akan tetapi di sisi lain, Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif memuat kebolehan untuk zakat fitrah yang berupa makanan pokok seperti beras, diganti dengan uang yang senilai dengan makanan pokok tersebut. Sehingga zakat ini nantinya bisa digunakan untuk pendayagunaan usaha produktif dalam jangka waktu yang lama.
Menurut pandangan mayoritas ulama syafi’iyah, ketentuan tersebut tidaklah tepat. Zakat fitrah merupakan zakat jiwa yang wajib ditunaikan pada momentum khusus hari raya yang bertujuan agar fakir miskin juga bisa merasakan kenikmatan langsung dengan kepemilikan kebutuhan pokok yang cukup. Inilah yang menjadi alasan mayoritas ulama syafi’iyah tidak memperkenankan mengganti zakat fitrah dengan selain makanan pokok.
Akan tetapi, jika ditinjau dari sudut pandang maqasid al-shariah, maka upaya penyaluran zakat fitrah dalam bentuk uang sesungguhnya merupakan upaya pencapaian kemaslahatan yang lebih besar. Dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif, ditentukan beberapa persyaratan zakat fitrah dapat disalurkan dalam bentuk uang, di antaranya:
- Apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi;
- Memenuhi ketentuan syariah;
- Menghasilkan nilai tambah ekonomi untuk mustahik; dan
- Mustahik berdomisili di wilayah kerja lembaga pengelola zakat untuk kepentingan pendampingan.
Kebolehan penyaluran zakat fitrah dalam bentuk uang merupakan suatu terobosan hukum dan bentuk kemajuan dalam dimensi sosial ekonomi. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa menunaikan ibadah yang bercorak sosial ekonomi ini tidak hanya dinilai sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun juga dianggap sebagai pilar untuk mempererat hubungan antar sesama manusia. Meski demikian, yang perlu menjadi catatan ialah bahwa pendistribusian zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok tetap menjadi prioritas. Karena itulah tujuan utama dari adanya kewajiban menunaikan zakat fitrah. Barulah selanjutnya, kelebihan dari itu dapat dialihkan menjadi modal usaha produktif. Melalui upaya pendayagunaan tersebut, diharapkan dapat mengoptimalkan usaha produktif bagi para mustahik, sehingga memungkinkan zakat yang diterima oleh mustahik mampu dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lama.