TUBAN – Wabah virus Covid-19 yang masih menyerang Indonesia hingga saat ini tidak hanya berdampak terhadap sektor perekonomian, namun juga sektor dunia pendidikan. Karena hal itu, siswa diharuskan belajar dirumah saja atau melalui sistem daring. Hal ini ini dilakukan sebagai langkah pemerintah untuk mencegah penyebaran penularan Covid-19.
Dalam hal itu, siswa yang masih usia dibawah umur akan didampingi oleh orang tua saat belajar, hingga mengharuskan orang tua menjadi guru untuk anak-anaknya, Jumat (6/8/2021).
Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tuban mengungkapkan, dalam kasus pembelajaran dirumah, tidak sedikit orang tua yang mengeluh saat mengajari anak. Hal ini dikarenakan, selain karena dimungkinkan ketidak sabaran orang tua dalam mengajar, bertambahnya beban pekerjaan juga menjadi penyebab orang tua yang justru memarahi anaknya. Marah terhadap anak inilah yang dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis terhadap anak.
“Memang disituasi sekarang, tingkat emosional dari orang tua terhadap masalah ekonomi atau lain sebagainya yang dihadapi, anak akan menjadi sasaran emosional orang tua,” ungkap Slamet Efendi dikutip dari suaraindonesia.co.id
Slamet sapaan akrabnya menegaskan, orang tua tidak boleh melakukan kekerasan psikis terhadap anak dan tidak diperkenankan membandingkan dengan anak lainnya. Apalagi hingga memarahi dan membentak anak dengan berbagai cacian.
Menurut Slamet, tidak ada seseorang anak yang bodoh, karena pada dasarnya setia anak memiliki kecerdasan dan punya berbagai potensi didalamnya.
“Saya pernah berdiskusi dengan Kak Seto soal potensi terhadap anak. Setiap anak memiliki berbagai potensi yang berada, dan tugas orang tua yang harus menggali dan mendukung prestasi anak,” terangnya.
Tidak sedikit orang dewasa yang sukses dengan jalannya masing-masing. Misal seorang yang sukses sebagai tukang cukur rambut, ataupun sebagai juru masak. Sama halnya dengan anak, mereka memiliki kecerdasannya masing-masing.
“Maka dari itu, jika ada kekerasan psikis terhadap anak, itu sudah melanggar Undang-undang Perlindungan Anak,” tegasnya.
Sebagai orang tua harus mampu mengontrol emosional saat menjadi guru dan memberikan pembelajaran terhadap anak. Anak yang tidak tahu harus diberikan pengertian, tidak boleh kemudian dibentak bahkan disebut dengan kata ‘bodoh’.
Masih kata Slamet, bagi orang tua juga diharapkan dapat meningkatkan spiritual. Apabila terjadi masalah dalam keluarga, jangan sekali-kali anak menjadi sasaran amarah. Sebab, orang tua merupakan guru didalam sebuah rumah tangga.
“Memang situasi seperti ini, mau tidak mau orang tua harus menjadi guru. Buat pendidikan dirumah menjadi gembira, sehingga anak tetap memperoleh haknya dan tidak ada kekerasan terhadap anak,” tutup Slamet.