Ronggo.id – Peliknya persoalan perbedaan perhitungan lembur pekerja PGO PT Swabina Gatra membuat dinas Tenaga kerja dan pengawas ketenagakerjaan Korwil Tuban nampaknya sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Terbukti dengan tidak adanya anjuran, meskipun tidak terjadi kesepakatan pada rapat mediasi yang digelar pada Senin, (31/08/2020)
Rapat dengan agenda mediasi perselisihan Hak (Perbedaan Perhitungan Upah Lembur) yang bertempat di lantai II Dinas Tenaga Kerja Tuban dihadiri oleh Pengawas Tenaga Kerja korwil Tuban, FSPMI Tuban, manajamen PT Swabina Gatra dan juga Dinas Tenaga Kerja Tuban sebagai mediator.
Perselisihan Hak ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan dalam menafsirkan schedule kerja yang diberlakukan perusahaan terhadap UU ketenagakerjaan, khususnya tentang kelebihan hari kerja pada saat pekerja menjalankan waktu istirahat mingguan.
“Selaku mediator kami harus benar-benar jeli dan perlu kehati-hatian dalam menangani kasus ini, karena pandangan pekerja maupun perusahaan sebagaimana yang telah dipresentasikan keduanya sama-sama kuat, sehingga kami selaku mediator dan juga pengawas ketenagakerjaan perlu berkonsultasi dengan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jatim, jangan sampai merugikan salah satu pihak”, jelas Wadiono selaku Kabid HI Disnaker Tuban.
Lebih lajut, Mantan Kabid Penegakan Hukum satpol PP Tuban itu berharap persoalan ini dapat segera terselesaikan dan tidak sampai berlanjut ke PHI.
Sekretaris Pimpinanan Unit Kerja Persatuan Pekerja PT Semen Indonesia (PUK PPPTSI), Hartoyo menjelaskan bahwasanya waktu istirahat mingguan yang di terima oleh pekerja belum memenuhi 2×24 jam atau 2 hari untuk 5 hari kerja, sehingga ada selisih waktu yang seharusnya dibayar lembur oleh perusahaan.
Hal lain diungkapkan oleh pihak perusahaan yaitu Cahyani, “bahwasanya Perusahaan telah memberikan waktu istirahat yang cukup sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan pembayaran upah lembur pekerjanya sesuai dengan regulasi yang ada, sebagaimana UU 13 tahun 2003” ungkapnya.
Kaitan waktu kerja lembur pada UU 13 tahun 2003 diatur pada pasal 78 dan pasal 79, sedangkan peraturan turunannya diatur dalam Kepmen 102 tahun 2004 tentang waktu kerja lembur.
Duraji, Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Tuban yang juga hadir mendampingi anggotanya menyatakan bahwa dirinya akan menghormati apapun hasil mediasi tersebut dan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“kami sangat menghormati keputusan mediator dan juga pengawas TK untuk berkonsultasi dengan Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur karena memang persoalan ini tidak mudah, butuh kajian yang komprehensif dalam menafsirkan schedule kerja pekerja sektor PGO terhadap pasal di UU 13/2003 maupun pasal yang ada di kepmen 102 tahun 2004″,Terang Duraji.
Sebatas di ketahui , persoalan yang sempat memicu aksi unjuk rasa dari FSPMI Tuban karena perusahaan dianggap melakukan provokasi mulai dari menolak Bipartit ulang, memutasi pekerja yang dianggap vokal pada posisi yang tidak sesuai dengan keahlian/skill, hingga menyodorkan surat pernyataan agar pekerja tidak mempersoalkan upah lembur, telah bergulir selama 2 bulan.