TUBAN, (Ronggo.id) – Kuasa Hukum kasus bongkar paksa pagar rumah milik Suwarti (40), warga Desa Mlangi, Kecamatan Widang oleh Pemdes setempat membantah klarifikasi yang disampaikan dari pihak Pemdes kepada rekan-rekan media, Rabu (2/10/2024).
Nur Aziz selaku kuasa hukum korban mengaku keberatan atas klarifikasi yang disampaikan oleh Pemdes Mlangi pada Kamis (26/9) lalu. Menurutnya, kliennya mengaku bahwa anak korban, Santi mendapatkan tindakan intimidasi dari Kepala Dusun Desa Mlangi, sedangkan dari klarifikasi pihak desa intimidasi tersebut tidak pernah dilakukan.
“Salah satu perangkat desa sangat jelas melakukan intimidasi kepada anak korban saat ibunya Suwarti masih merantau di Merauke, Papua,” ujar Nur Aziz saat ditemui awak media di Mapolres Tuban.
Pria kelahiran Kabupaten Lamongan ini membantah tuduhan permintaan kompensasi dari pihak korban mencapai 300 juta. Padahal, saat proses mediasi pihaknya hanya meminta 100 juta untuk mengganti rusaknya pagar milik korban.
“Jadi sebenarnya, saat di balai desa tidak ada permintaan itu yang angka 300 juta itu, tetapi yang benar itu 100 juta, alasannya dikarenakan ada perusakan pagar rumah, paving-pavingnya dan pohon pisang serta kerugian immaterial dari pihak korban,” jelasnya.
Advokat yang juga berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas di Tuban ini juga mengaku keberatan jika pagar rumah korban dinyatakan melebihi batas tanah miliknya, mengingat sertifikat tanah dengan terang dan sah menyatakan batas tanah tersebut masih menjadi milik korban.
“Saya juga merasa keberatan dari statement dari Pemdes kemarin, katanya pagar itu berada diluar batas tanah. Sekali lagi kita keberatan karena jelas kita punya sertifikatnya. Jadi sertifikat kami ini sah dan mengikat secara hukum,” tegasnya.
Aziz mengungkapkan, jika kliennya tidak bermaksud melanjutkan kasus pembongkaran dan pengerusakan pagar tersebut ke ranah hukum apabila pihak terlapor dapat memberikan kompensasi yang layak kepada Suwarti.
“Pihak Pemdes menawarkan kompensasi yang menurut saya sangat tidak rasional, yakni sekitar 18 juta. Itupun harus dengan sistem patungan atau 50:50. Kalau hanya segitu, maka lebih baik dilanjutkan saja proses hukumnya,” katanya.
Atas hal tersebut, dirinya meminta kepada pihak kepolisian agar dapat menangani kasus itu dengan cepat, objektif dan transparan, sehingga peristiwa serupa tidak terjadi di wilayah lain di Kabupaten Tuban, maupun di tempat lain.
“Semoga kasus ini segera ada penanganan lebih lanjut dan ditangani degan cepat, objektif dan transparan agar kasus serupa tidak terjadi dilokasi lainnya,” pungkasnya. (Hus/Jun).