RONGGO.ID – Puasa Arafah termasuk salah satu amalan dahsyat yang biasa dikerjakan umat Islam di bulan dzulhijah. Puasa Arafah ini memiliki keutamaan yang besar, namun banyak orang yang bertanya – tanya terkait pelaksanaan puasa Arafah. Seperti yang disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat ini.
Sebagian orang meyakini puasa arafah harus mengikuti pelaksanaan wukuf di Arab Saudi, begitupun ada juga yang meyakini yang terpenting tanggal 9 dzulhijah di daerah setempat.
Karena tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan penetapan tanggal 9 dzulhijah antara pemerintah Arab Saudi dengan pemerintah Indonesia, kalau sudah terjadi demikian lalu jika ingin berpuasa arfah harus ikut pemerintah yang mana?
Seperti yang dilansir dari kanal youtobe Ustadz Adi Hidayat Official, berikut penjelasa tentang puasa arafah. Ustad Adi Hidayat mengungkapkan terdapat keutamaan besar yaitu barang siapa yang ingin mengerjakan puasa arafah di tanggal 9 dzulhijah akan mendapatkan pengampunan dosa selama 2 tahun, tepatnya satu tahun ke belakang dan satu tahun ke depan. Dengan begitu, sangat disayangkan jika sampai melewatkan ampunan dosa hanya dengan puasa satu hari.
Ustadz Adi Hidayat menerangkan bahwa terdapat perbedaan yanbg mendasar antara puasa arafah dengan puasa sunnah lainnya. “Beda puasa arafah dengan puasa biasa, bukan sekedar menahan lapar dan haus. Kalau sekedar menahan lapar dan haus, anda tidak perlu menunggu puasa arafah, senin kamis puasa pun bisa, ayyamul bidh puasa,” ucapnya.
Tak lupa Ustadz Adi Hidayat berpesan, ketika melaksanakan puasa arafah sebaiknya dibarengi dengan intropeksi diri terkait dosa – dosa yang selama ini telah dilakukan.
Jika terjadi perbedaan tanggal antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi, misal pemerintah Arab Saudi menetapkan 9 dzulhijah jatuh pada hari ini, sementara pemerintah Indonesia menyatakan besok.
Terkait pemasalahan tersebut, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan secara sederhana dengan merujuk pada bahasa arab ‘yaum’ yang berarti puasa. “Hadits ini mengaskan puasa ini dilakukan bukan mengikuti momentumnya, tetapi mengikuti waktunya,” jelasnya.
Oleh karena itu, Ustadz Adi Hidayat menganggap tidak masalah jika terdapat perbedaan penentuan waktu kapan tanggal 9 dzulhijah. “Artinya kalau di suatu tempat, suatu daerah, suatu negara, sudah masuk tanggal 9 dzulhijah sekalipun tidak sama dengan waktu orang wukuf di Arab Saudi, maka itu sudah menunaikan puasanya,”sahutnya.
“Jadi jatuh puasanya pada waktunya, bukan pada momentum wukufnya,” imbuhnya.