JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI menyayangkan terjadinya kasus perundungan terhadap seorang siswi oleh gurunya yang diduga karena tidak menggunakan jilbab di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyampaikan, tidak seharusnya ada pemaksaan dari satuan pendidikan atau sekolah terkait penggunaan jilbab kepada peserta didik.
“Terlebih pemaksaan tersebut disertai dengan perundungan atau kekerasan terhadap anak. Kami menilai lingkungan pendidikan seyogyanya tidak melakukan pemaksaan tersebut,” ujar Nahar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/11/2022).
Nahar menerangkan, ketentuan seragam sekolah sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Ketentuan dalam peraturan tersebut mengatur model, warna, dan atribut pakaian seragam, serta seragam yang dikenakan memperhatikan hak setiap peserta didik.
“Permendikbudristek tersebut seharusnya dapat dipahami dan menjadi pedoman bagi seluruh satuan pendidikan untuk melaksanakan ketentuan seragam di sekolah masing-masing,” paparnya.
Masih kata Nahar, pihaknya mendorong satuan pendidikan untuk tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak ketika menangani peserta didik yang tidak memenuhi ketentuan seragam sesuai peraturan.
“Sekolah harus menjalankan perannya sebagai pendidik, menjadi ruang yang memberi rasa aman bagi siswa, serta jauh dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Jangan sampai karena masalah seragam sekolah, siswa menjadi enggan dan takut untuk bersekolah. Hal tersebut tentu mencederai hak anak atas pendidikan,” tambahnya.
Nahar berharap kasus perundungan di Sragen tersebut dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Selain itu, keberulangan perundungan juga harus dicegah.
“KemenPPPA juga mendorong sosialisasi lebih masif Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 untuk mengurangi angka perundungan di satuan pendidikan. Perundungan di lingkungan pendidikan masih menjadi tantangan bagi kita semua. Karena itu, semua pihak baik pengawas, pendidik, dan sesama siswa harus aktif mencegah perundungan,” serunya.
Nahar menyebutkan, KemenPPPA juga telah melaksanakan Bimbingan Teknis Disiplin Positif Guru Cerdas bagi Pendidikan/Tenaga Kependidikan dan Pengelola Pondok Pesantren dalam rangka pencegahan tindak kekerasan di satuan pendidikan. Hal ini perlu digencarkan mengingat hasil kegiatan sangat bermanfaat bagi siswa, pengajar, dan semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di Indonesia.
Lebih lanjut, pihaknya terus mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan, termasuk perundungan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga, seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian.
“Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” pungkasnya.
Sebelumnya, seorang siswi SMAN di Sragen berinisial S diduga mendapatkan perundungan dari guru matematikanya karena tak mengenakan jilbab. Dan sempat dimarahi di depan kelas, imbasnya S enggan berangkat ke sekolah.
Usai kejadian itu, S sempat mau untuk berangkat ke sekolah. Namun, karena diduga dibully oleh kakak kelas, S minta dijemput pulang dan enggan kembali masuk sekolah lagi. S juga memiliki adik yang bersekolah di tempat yang sama, adiknya pun akhirnya tidak berani ke sekolah juga.
Hingga akhirnya, orang tua S mengadukan dugaan perundungan tersebut ke Polres Sragen lantaran anaknya mengalami tekanan psikis. Guru matematikanya yang berinisial SW akhirnya meminta maaf usai diadukan ke polisi oleh keluarga S. (Ibn/Jun).